Polres Solok Kota Ungkap Pungli di SMKN 2 Solok, Rp 219.338.523 Disita Sebagai Barang Bukti


SOLOK – Kepolisian Resort (Polres) Solok Kota melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di SMKN 2 Kota Solok, Jumat  (24/8) lalu. Dalam OTT tersebut, Tim Saber Pungli menyita uang tunai senilai Rp 219.338.523. Polres Solok Kota menggelar press release terhadap pengungkapan kasus ini di Mapolres Solok Kota, Rabu (5/9). Dalam jumpa tersebut hadir Kapolres Solok Kota AKBP Dony Setiawan Dt Pandeka Rajo Mudo, Wakil Walikota Solok Reinier Dt Intan Batuah, Ketua Tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) yang juga Wakapolres Solok Kota Kompol Sumintak, Kasat Reskrim AKP Zamri Elfino dan seluruh Kapolsek di jararan Polres Solok Kota.

Dalam konferensi pers tersebut, Kapolres Solok Kota AKBP Dony Setiawan menjelaskan OTT dilaksanakan atas banyaknya keluhan dari orang tua siswa yang merasa keberatan atas iuran pendidikan yang ditetapkan kepada siswa di SMKN 2 Solok. Yakni sebesar Rp 1.920.000 pertahun atau Rp 160.000 perbulan kepada siswa yang dianggap mampu, dan sebesar Rp 1.200.000 pertahun atau Rp. 100.000 bulan kepada siswa yang dianggap kurang mampu.

“Iuran pendidikan ini ternyata bersifat wajib dan dijadikan sebagai syarat untuk mengambil Surat Keterangan Lulus/SKL (ijazah sementara) bagi siswa kelas XII. Jika iuran tersebut tidak dilunasi makan siswa tidak dapat mengikuti Ujian Nasional dan tidak bisa mendapatkan Surat Keterangan Lulus,” ujarnya.

Tentang kronologis penangkapan, Dony menjelaskan bahwa OTT dilaksanakan saat ada dua orang siswa yang membayar langsung kepada guru secara tunai. Selain itu, pembayaran juga dilakukan transfer pembayaran ke rekening komite sekolah. Pada pemeriksaan, ditemukan bahwa total pungutan pendidikan yang telah diterima oleh pihak sekolah adalah sebesar Rp 911.342.279. Dari total pungutan ini, yang sudah digunakan oleh pihak sekolah adalah sebesar  Rp. 692.003.756,- dan yang belum digunakan adalah sebesar Rp 219.338.523.

“Pungutan tersebut berasal dari total 890 orang siswa kelas X, XI dan XII yang dibagi menjadi kategori mampu sebanyak 660 orang dan yang tidak mampu tapi tetap dikenakan pungutan meski dikurangi jumlahnya yaitu sebanyak 217 orang,” ungkap Dony.

Lebih lanjut, Dony menguraikan modus yang digunakan pihak sekolah dalam menetapkan pungutan pendidikan tersebut adalah dengan cara :

1. Ditetapkan dalam rapat komite seolah-olah sudah disepakati oleh orang tua/wali murid. Padahal komplain dari orang tua pada saat rapat diabaikan, tidak semua orang tua murid hadir dan komunikasi dalam rapat cenderung satu arah serta tidak ditemukan keterangan atau bukti yang menunjukkan kesukarelaan dari orang tua murid bahkan saat dilakukan pemeriksaan, orang tua murid semuanya merasa keberatan.

2. Komite sekolah dimanfaatkan untuk meyakinkan orang tua murid terkait program sekolah yang membutuhkan sumbangan, sedangkan pengelolaan keuangan sepenuhnya dikendalikan oleh Kepala Sekolah, tanpa melibatkan komite sekolah.

3. Seolah-olah untuk mendukung program sekolah padahal digunakan juga untuk pribadi, misalnya ada penambahan honor untuk Kepala Sekolah sebanyak Rp.1.250.000,-/bulan, Wakil Kepsek Rp.900.000,-/bulan dan guru-guru lainnya.

4. Berlindung pada Peraturan Gubernur Sumbar Nomor 31 Tahun 2018 Tanggal 5 Juni 2018 Tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pendidikan, yang memperbolehkan komite sekolah untuk menggalang dana dalam bentuk sumbangan dari peserta didik atau orang tua/wali peserta didik, tetapi mengabaikan batasan-batasan bahwa sumbangan sifatnya sukarela dan tidak mengikat atau tidak dikaitkan dengan persyaratan akademik.

Dony menguraikan bahwa dalam Permendikbud RI Nomor 75 Tahun 2016 Tentang Komite Sekolah sudah sangat jelas diatur perbedaan antara bantuan pendidikan, sumbangan pendidikan dan pungutan pendidikan. Iuran pendidikan atau apapun istilahnya akan masuk dalam kategori pungutan pendidikan bila bersifat wajib dan mengikat serta jumlah dan waktunya ditentukan.

“Sifat “wajib” terlihat dari ditetapkannya pungutan pendidikan ini bagi seluruh siswa kelas X, XI dan XII. Siswa  atau orang tua tidak diperbolehkan membayar secara sukarela, bahkan bagi orang tua yang tidak membayar maka akan dipanggil oleh pihak sekolah lalu diminta untuk membuat Surat Pengakuan Hutang. Kemudian kategori “mengikat” terlihat dari dikaitkannya pungutan ini dengan persyaratan akademis dimana siswa kelas XII yang belum membayar iuran baik sebagian maupun secara keseluruhan (12 bulan) tidak dapat mendapatkan nomor ujian akhir dan Surat Keterangan Lulus (SKL) sebagai pengganti ijazah,” ujarnya

Kemudian di kategori “jumlah” dan “waktu” ditentukan, juga terlihat jelas bahwa pungutan ditetapkan pada rapat komite tanggal 5 s/d 7 Februari 2018 dan diberlakukan mundur selama 12 bulan (Juli 2017 s/d Juni 2018), dan paling lambat dibayar setiap tanggal 10 tiap-tap bulannya. Bagi siswa yang mampu dikenakan sebesar Rp.160.000 perbulan atau Rp 1.920.000 pertahun sedangkan yang tidak mampu dikenakan pungutan sebesar Rp.100.000 perbulan atau Rp 1.200.000 pertahun.

“Dari OTT yang telah dilaksanakan, Polres Solok Kota telah menyita 2 lembar surat keterangan lulus, uang tunai pembayaran pungutan sebesar Rp 1.200.000, 1 lembar bukti tranfer pungutan pendidikan sebesar Rp 1.920.000, uang hasil pungutan yang belum digunakan sebesar Rp 58.000.000 dan buku rekening atas nama komite sekolah dengan isi sebanyak Rp 159.938.523.

Dari hasil pemeriksaan, bendahara komite, guru, honor dan komite sekolah menyatakan bahwa penetapan pungutan pendidikan tersebut merupakan kebijakan kepala sekolah dan penggunaannya juga harus atas perintah kepala sekolah, sehingga penyidik mentetapkan kepala sekolah SMKN 2 Kota Solok Abdul Hadi (57) sebagai tersangka.

“Tersangka tidak ditahan. Proses penyidikan berlangsung panjang. Kita tidak mau penyidikan ini dibatasi oleh masa penahanan. Pasal yang dilanggar adalah pasal 12 huruf e Undang-undang tindak pidana pemberantasan tindakan korupsi dengan ancaman hukuman 1 sampai 5 tahun penjara,” beber Dony.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kabudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah yang ditetapkan dan diundangkan pada 30 Desember 2016 sangat jelas, bahwa pihak sekolah sama sekali tidak boleh melakukan pungutan pada murid dan wali murid, hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 12. Khususnya tercantum dalam Pasal 10, disebutkan bahwa Komite Sekolah melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan.

Sementara itu, Wakil Walikota Solok, Reinier Dt Intan Batuah yang juga ikut dalam konferensi pers di Polres Solok Kota  menyatakan tidak mengetahui adanya pungutan pendidikan ini. Pemko Solok sebagai pembina komite sekolah menghimbau agar pihak sekolah dan komite sekolah yang selama ini salah dalam prosedur penggalangan dana kepada siswa atau orang tua siswa agar mengembalikan uang yang sudah diterima kepada orang tua siswa, memperbaiki mekanismenya agar bantuan yang diberikan kepada pihak sekolah sifatnya benar-benar sumbangan.

“Aturan memperbolehkan adanya sumbangan dari murid atau orang tua murid. Tapi sumbangan harus diberikan atas dasar sukarela dan tidak mengikat, tidak ditentukan jumlahnya, bebas mau memberi sumbangan berapa banyak, boleh menyumbang boleh juga tidak. Serta tidak ada konsekuensi baik bagi siswa yang menyumbang maupun yang tidak menyumbang,” ujar Reinier. (rijal islamy)


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *