Padang-today.com__Kota Pariaman yang berada diwilayah pesisir pantai, mempunyai potensi yang dapat dijadikan sebagai tempat wisata. Dikaruniai alam yang indah, Kota Pariaman saat ini telah menjelma menjadi salah satu destinasi wisata baru baik di kancah Regional, Nasional dan bahkan internasional.
Dengan poptensi daerah yang dimiliki daerah itu, Pemerintah Kota Pariaman, Sumbar, berupaya untuk memajukan wisata diadaerahnya. Berbagai program telah teragenda dalam Kalender Tahunan untuk kunjungan wisata di daerah itu telah di lahirkan. Bahkan, untuk pengembangan sektor wisata ini akan dibangun waterfront city.
Hal ini dibuktikan dengan terus dikembangkan objek wisata baru, baru-baru ini pihak Pemko Pariaman dengan konsep Waterfront City nya telah mendatangkan berbagai investor untuk berinvestasi di daerah itu. Banyak potensi yang di kembangkan pihak Pemko Pariaman untuk menarik orang datang dengan konsep yang sederhana dan menarik.
Untuk mewujudkan pembangunan waterfront city ini, Pemko Pariaman telah menyusun perencanaan menyeluruh terhadap tiga sungai besar di Kota Pariaman yakni Sungai Batang Piaman, Sungai Batang Mangor dan Sungai Batang Mangguang. Ketiganya ditata bukan hanya sebagai saluran air dan pengenadalian banjir namun juga sebagai daya tarik wisata.
Perencanaan dan pengembangan waterfront city di Kota Paiaman yang mempunyai tujuan utama merevitalasi, memperbaiki kehidupan masyrakat pantai, termasuk nelayannya. Pantai juga ditata kembali bagi kesejahteraan masyrakat, dengan memberdayakan keungglan ekonomis dari pantai tersebut.
Waterfront city Pariaman, wisatawan akan disuguhkan dengan kegiatan memberi makan ikan, hingga wisata memancing. Konsep yang satu ini membuat salah satu wajah baru wisata yang hadir di daerah itu. Namun sebaliknya, konsep yang satu ini masyarakat yang berdomisili di sepanjang pesisir pantai dan di daerah aliran sungai itu, belum memahami dan mengerti akan hadirnya waterfront city tersebut.
Sebut saja Nurfiaty, (54) salah satu warga yang tinggal di pesisir pantai Pariaman mengatakan, sangat bersukur dengan hadirnya waterfront city ditengah tengah kehidupan masyrakat yang berada di sepanjang pantai Pariaman ini.
“Saya mengetahaui waterfront city dari pembicaraan orang-orang yang berada dan berdiam disepanjang wisata pantai. Namun, seperti apa bentuk dari waterfront city tersebut tidak tau dan tidak mengerti,” kata dia.
Keseharianya yang ia ketahui adalah berdagang salah lauak dan masakan kuliner lainya. Namun, ia berharap dengan adanya pengembangan wisata di daerah itu, masyarakat yang berdiam didaerah wisata tersebut dapat mengetahui seperti apakah program yang dilahrikan oleh pihak Pemko itu.
“Kalo pembangunan waterfront city tidak jelas konsepnya jangankan warga, antar pemerintah di lingkungan Pemko Pariaman aja ngak tau. Itulah kadang warga tak tau program apa yang sedang, akan atau sudah dilakukan pemerintah jadi program yang ada tidak maksimal dan tidak ada kontrolnya,” kata dia.
Di lain pihak, Saparuddin (65) salah satu warga yang tinggal di daerah alran sungai didaerah setempat mengatakan, waterfront city sebuah konsep wisata yang menarik. Untuk mewujudakan semuanya itu pasti membutuhkan perjuangan dan tantangan.
Dengan adanya konsep seperti itu, jangan sampai ada warga yang saling berbenturan di bawah. Pihak pemkab secara pandangan akademisi telah cukup matang dalam melahirkan sebuah program tersebut. Namun sebaliknya, program tersebut menimbulkan masalah baru ditengah-tengah kehidupan masyarakat Kota Pariaman ini.
“Tak semudah melihat hasil akhirnya. Permasalahan sosio kultural yang kompleks dan kejujuran pembuat dan pengendali kebijakan adalah beberapa diantara sekian banyak keruwetan yang harus diurai sebelumnya,” kata dia.
Artniya, sebuah kebijakan baiknya sudah mengadaptasi sosio kulturnya , harus di ganti kebiasaannya atau tidak, hal itu sudah di perhitungkan dalam formulasi kebijakannya. Setelah itu di lihat dalam proses implementasiya.
Di indonesia sudah sering konsep seperti ini (treat TS) udah sering di angkat bahkan di jadikan kebijakan tapi karena implementasi yang cenderung setengah hati banyak proyek yang gagal atau tak berdampak signifikan.
“Bahkan sebuah produk hukum tentang membuang sampah di sungai aja tidak berjalan maksimal dan tetap banyak warga yang membuang sampah di sungai,” kata dia.
Selama ini, masyarakat umum tidak menyadari bahwa mereka juga termasuk dalam bagian yang penting dalam proses mewujudkan konsep-konsep kota yang demikian. Seolah-olah hanya pelaksana program (dalam hal ini pemerintah) saja yang bisa mewujudkannya. Masyarakat tidak menyadari bahwa mereka juga bisa berperan dan terhubung dengan terwujudnya keindahan kota di Pariaman ini. (suger)